Ada sedikit orang yang tidak dapat memberi dari kekurangannya seperti persembahan seorang janda miskin dalam Injil yang dipuji oleh Penebus kita sendiri. Ia hanya memberi 2 buah uang peseran, tapi kata Yesus “ 2 peseran ini mempunyai nilai yang melebihi semua emas dari si kaya, karena ia memberi dari kekurangannya bahkan seluruh hidupnya”.
Contoh yang menyentuh ditiru oleh sebuah keluarga sederhana dari kota Napels, Sumber rumah tangga tergantung pada pendapatan harian si suami, yang setiap malam pulang membawa hasil pekerjaannya.
Celaka! Pada suatu hari ayah yang malang ini ditahan karena hutang, sehingga tanggung jawab untuk membiayai keluarga jatuh kepada si ibu yang tak berbahagia ini, yang tak mempunyai apa-apa selain keyakinan akan Allah. Dengan iman ia memohon Penyelengaraan Ilahi untuk datang menolongnya dari kemiskinannya, terutama juga untuk mengeluarkan suaminya yang tak bersalah apa-apa dari penjara.
Ia pergi ke seorang pria terhormat dan kaya, dan menceritakan tentang kisah sedihnya dengan diiringi air mata memohon untuk membantunya. Allah membiarkan bahwa ia akan menerima sedekah yang tak berarti, sebuah uang logam yang bernilai kira-kira 1,5 dollar. Merasa sangat terhina, ia masuk ke dalam gereja untuk mohon pada Tuhan untuk membantunya dalam kesulitannya karena ia tak mempunyai harapan apapun dari dunia ini.
Ia benar-benar tenggelam dalam doa dan tangisannya - karena inspirasi - ketika yang tak diragukan lagi datang dari malaikatnya yang baik hati. Ini terjadi padanya karena rasa simpatinya pada jiwa-jiwa suci, karena ia telah mendengar banyak tentang penderitaan mereka dan tentang rasa terima kasih mereka kepada siapa yang berteman dengan jiwa - jiwa suci tersebut. Dengan penuh keyakinan ia pergi ke Sakristi memberikan sebuah mata uangnya dan meminta sebuah Misa untuk dipersembahkan bagi orang-orang yang sudah mati.
Imam yang baik, yang ada di sana, cepat-cepat mempersembahkan Misa untuk intensinya, dan naik ke panti imam untuk melaksanakan maksudnya itu, sementara perempuan miskin itu duduk di tepinya membantu persembahan Kudus, mempersembahkan doa-doanya bagi mereka yang sudah meninggal.
Ia kembali dnegan cukup terhibur, seperti ia telah menerima jaminan bahwa Allah telah mendengarkan doa-doanya. Sementara menyusuri jalan-jalan di kota Napels, ia di sapa seorang pria tua yang terhormat, yang bertanya dari mana ia datang dan kemana ia akan pergi?. Wanita malang ini menceritakan kesulitannya dan uang sedekah yang sedikit yang ia terima dan sudah ia gunakan. Pria tua itu sangat tersentuh atas kesusahannya, memberinya semangat, dan sepucuk surat di dalam sebuah amplop, yang ia suruh bawa pada seorang laki-laki yang ia tuju dan lalu pria itu pergi meninggalkannya.
Wanita itu pergi cepat-cepat untuk menyampaikan pesan itu pada laki-laki yang dituju. Pria itu, setelah membuka amplop, merasa amat terkejut, hampir-hampir pingsan, ia mengenali tulisan tangan ayahnya, yang telah meninggal beberapa waktu sebelumnya. “Dari mana kau mendapatkan surat ini?” Ia bertanya. “Tuan,” jawab wanita yang baik itu, “ ini dari seorang pria tua yang menyapa aku di jalan. Aku menceritakan kesulitanku, dan ia mengirimku untuk memberikan surat ini atas namanya. Tentang bentuk wajahnya, ia sangat mirip dengan potret yang kau punya di atas pintu.”
Sangat terkesan atas kejadian ini, pria itu sekali lagi melihat surat itu dan membacanya keras-keras: “ Putraku, ayahmu baru saja dikeluarkan dari Api Penyucian, terima kasih atas sebuah Misa yang di persembahkan oleh si pembawa surat ini yang telah ia persembahkan pagi ini. Ia dalam kesusahan besar dan aku mengirimnya padamu.”
Ia membaca dan membacanya lagi kata-kata itu, yang ditulis oleh tangan yang begitu dikasihinya, oleh seorang ayah yang sekarang sudah berada di antara para orang yang terpilih. Air mata suka cita mengalir di pipinya dan ia berbalik pada wanita itu.
“Wanita yang malang,” katanya, karena sedekahmu yang tak berarti, kau telah memastikan kehidupan abadi bagi dia yang telah memberiku kehidupan. Sekarang giliranku, aku akan memastikan kebahagiaanmu yang sementara ini. Aku akan bertanggung jawab terhadap semua kebutuhan anda dan seluruh keluarga anda.” Betapa gembiranya pria itu! Betapa gembiranya si perempuan malang.
Pesan yang dapat di ambil dari peristiwa ini, hal ini mengajarkan kita bahwa kemurahan hati yang paling kecil pun kepada anggota Gereja yang menderita adalah berharga di mata Allah, dan menarik bagi kita suatu mukjizat - mukjizat kerahiman.
Baca juga kisah nyata Sp Maria Naju
Silahkan Beri Komentar di kloter 2000 0 comments:
Post a Comment