Praktik Penumpangan Tangan

Berlangganan Tulisan Terbaru dari Kloter 2000 by Email. Gratis !!! Klik Disini
Tuesday, March 8, 2011
bisnis paling gratis

Di dalam Pembaharuan Karismatik Katolik, ada praktik penumpangan tangan yang biasanya dilakukan di dalam doa pencurahan Roh, doa berkat dan doa untuk orang sakit. Praktik ini  menimbulkan pro dan kontra diantara para imam dan umat beriman awam. Tampaknya, jika imam yang menumpangkan tangan tidak ada yang keberatan. Tetapi, jika awam yang melakukannya, timbul perbedaan pendapat: boleh atau tidak? Sebetulnya, menurut ajaran Gereja, apakah arti penumpangan tangan? Tulisan ini mencoba memberikan sekilas pandangan biblis, teologi dan pastoral tentang praktik penumpangan tangan.

Dalam Kitab suci.
Di dalam Kitab Suci, kita menemukan praktik penumpangan tangan, entah atas seseorang  atau suatu kurban. Namun, tidaklah banyak  kutipan yang memuat praktik itu dan artinyapun beragam. Di dalam Perjanjian lama, penumpangan  tangan berarti: sebagai tanda kesatuan antara mohon berkat Tuhan ( Kej 48; 14 - 16; Bil 8 : 1 - 10); sebagai tanda kesatuan antara orang yang mendoakan dengan yang didoakan ( Bil 27; 18,20; Ul 34:9 ); dan sebagai tanda identifikai  orang tertuduh ( Im 24 : 10 - 14; Dan 13 : 34 ) atau kurban kudus ( Im 1 : 2 - 4; 3 : 1 - 2; 16 : 17 - 22 ). Penumpangan tangan sebagai tanda  penyembuhan tidak diketemukan di dalam  Perjanjian Lama. Di dalam Perjanjian Baru, penumpangan tangan berarti: sebagai tanda  mohon berkat ( Mk : 14 - 16 ), sebagai tanda penyembuhan oleh Yesus 9 luk 4 : 40; Mrk 6 : 5; 7 : 32 - 36; 8 : 22 - 26 ) dan para murid-Nya ( Mrk 16 : 18; Kis 9 : 10 - 19; 28 : 8 ) dan sebagai tanda kesatuan antara orang yang mendoakan dengan yang didoakan ( Kis 6 : 6; 1 Tim 4 : 14; 2 Tim 1 : 6). Penumpangan tangan sebagai tanda identifikasi tidak  ditemukan di dalam Perjanjian Baru. Dalam tradisi  Gereja selanjutnya, penumpangan tangan mengerucut terutama menjadi tanda mohon berkat Allah.

Tradisi Gereja
Di dalam dokumen Gereja pada abad III, Tradisi Apostolik, Hippolytus dari Roma (Thn. 215) menuliskan penumpangan tangan dilakukan di dalam perayaan sakramen - sakramen: dalam perayaan tahbisan uskup, imam, diakon, dalam perayaan Ekaristi, selama masa katekumenat dan di dalam upacara pembaptisan. Tidak ada petunjuk adanya penumpangan tangan ke atas sakramen orang sakit, Tidaklah mengherankan kita,  sebab tidak ada ritus pengurapan di dalam dokumen itu. Yang ada hanyalah doa berkat atas minyak untuk orang sakit. Memang tidak ada ritus pengurapan sebelum pembaharuan liturgi oleh Karel Agung pada abad VIII.

Didalam Gereja purba, penumpangan tangan dipakai di dalam banyak ritus Gereja. Dan penumpangan tangan adalah sikap doa yang biasa pada waktu itu. Umumnya istilah “mendoakan” diartikan sama dengan “menumpangkan tangan”, karena di dalam Perjanjian Baru, ada contoh di mana ketika seseorang berdoa, doa itu diucapkan dengan menumpangkan tangan  (Mat 18 : 13; Kis 8 : 17).

Ada beberapa kesaksian kuno tentang praktik penumpangan tangan. St Irenius (Thn. 140 - 202), Misalnya, menceritakan kepada kita tentang orang -orang Kristen biasa yang menyembuhkan orang - orang sakit dengan menumpangkan tangan mereka. St. Klements dari Alexandria (wafat thn. 215) juga memberitahukan adanya praktik penumpangan tangan orang - orang Kristen biasa. St. Ambrosius (thn 334 - 397), mengomentari Mrk 16 : 17 - 18, menuliskan penumpangan tangan dipraktikkan karena memiliki efek kuratif yang datang dari rahmat Allah. Lalu, Posidius dalam menceritakan kisah hidup St. Agustinus (thn. 354 - 430), menyampaikan bahwa mengikuti teladan para rasul, Agustinus yang waktu itu menjabat Uskup Hippo, mengunjungi orang - orang sakit untuk berdoa bagi mereka serta menumpangkan tangannya ke atas mereka.

Dewasa ini praktik penumpangan tangan kita jumpai di dalam ke - 7 Sakramen : Baptis, Krisma, Ekaristi, Tobat, Pengurapan orang sakit, Tahbisan dan perkawinan. Selain itu penumpangan tangan dilakukan juga di dalam sakramentali dan doa berkat. Sebetulnya ada beberapa tanda yang mengiringi sakramentali, yaitu tanda salib di dahi, penumpangan tangan dan pemercikan air suci. Namun, penumpangan tangan adalah tanda yang paling sering dipakai.

Menurut para ahli liturgi, penumpangan tangan selalu diartikan menurut doa yang yang mengikutinya, didalam liturgi Sakramen, penumpangan tangan mempunyai dua arti, yaitu pertama, sebagai epiclesis, tanda doa memohon berkat Allah; kedua, tanda kesatuan antara orang yang mendoakan dengan yang didoakan. Arti pertama merupakan interpretasi lebih umum, karena tidak ada upacara liturgi di mana penumpangan tangan tidak berarti doa memohon berkat Allah. Arti kedua tampak khususnya di dalam Sakramen Tahbisan dan Sakramen Tobat. Sedangkan di dalam doa pencurahan Roh, doa mohon berkat dan doa untuk orang sakit, selain sebagai tanda memohon berkat dari Allah.

*Redaksi majalah HIDUP membuka kesempatan seluas - luasnya kepada pembaca untuk mengajukan pertanyaan atau topik yang dikehendaki untuk dijawab atau dijelaskan Romo Handoko dalam rublik ini. Kirim SMS Anda : KETIK KOIM :  ke nomor 0813 - 18544200 atau kirim melalui pos ke Redaksi HIDUP Jl. Kebon Jeruk Raya 85 Batusari, Jakarta 11530, Fax. 021 5485737 atau e-mail hidup@indo.net.id

Sumber: Majalah HIDUP.
dipublikasikan oleh: Kloter 2000

Silahkan Beri Komentar di kloter 2000 0 comments:

Post a Comment